Selasa, 04 Mei 2010

Makanan Sunda

Oleh H. Unus Suriawiria

Gurubesar Bioteknologi dan Agroindustri ITB

RINGKASAN

Dari sekitar 80 jenis Makanan Sunda, lebih dari 65% terbuat dari tumbuh-tumbuhan, sedang sisanya terbuat dari ikan dan daging. Sehingga setelah ada penambahan bumbu yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, maka nilai organoleptik (antara lain rasa dan aroma) makanan akan menjadi lebih menarik. Juga kandungan gizi dan nutrisinya sangat baik untuk kesehatan dan kebugaran tubuh. Serta lebih jauhnya lagi akan dapat menghindari, mengatasi dan bahkan menyembuhkan berbagai jenis peyakit berbahaya.

Penyiapan bahan-bahan menjadi makanan, ada yang dilakukan secara fisik (ditumbuk, dicampur, dimasak), secara kimia (penambahan asam cuka) ataupun secara biologis (proses fermentasi, baik alkoholik misal pada pembuatan tape, ataupun secara non-alkoholik, misal pada pembuatan asinan)

Yang menjadi kendala mengapa Makanan Sunda tidak dapat mendunia seperti halnya Kentucky Fried Chicken, Hamburger, Pizza, Ommelet, Hotdog, Jimsum, Tempura dan sebagainya, karena sepenuhnya belum ada Sentuhan dan Kreativitas Seni serta Budaya dalam bentuk pengemasan, pemberian hiasan, penyajian dan pola hidang, seperti halnya makanan-makanan yang saat ini sudah menguasi pangsa pasar dunia tersebut.

PRAKATA

MAKANAN SUNDA termasuk di dalamnya “Lalab dengan Sambalnya”, merupakan budaya dan kehidupan masyarakat di kawasan Pasundan, yang sudah memiliki sejarah dan perjalanan panjang sejak nenek moyang atau karuhun Sunda dulu. Kalau kemudian setiap Urang Sunda yang banyak mengembara keberbagai tempat, kerinduannya terhadap makanan tersebut tidak akan luntur karena tahun terus berlalu, atau berkurang karena perjalanan kehidupan yang panjang ataupun karena lingkungan tempat hidupnya sudah jauh berbeda.

Seperti apa yang terjadi pada Cep Didi asal Parigi dan Ujang Tarma asal Singaparna, atau Neng Uum asal Panjalu dan Nyi Imas asal Ciomas. Walau sekarang sudah menjadi penghuni kawasan elit Pondok Indah di Jakarta yang identik dengan status mereka sebagai direktur bank dan manajer perusahaan impor-ekspor terkemuka, atau istri pejabat tinggi dan konglomerat kaya, yang kalau makan siang ataupun makan malam bersama kolega-bisnisnya di rumah makan hotel berbintang terkenal, tetapi kegemaran dan kerinduannya terhadap Makanan Sunda, tidak akan luntur karena tahun berlalu, atau berkurang karena perjalanan panjang jaman. Sehingga pada hari-hari libur tertentu harus menyempatkan diri mengunjungi salahsatu rumah makan ka-Sunda-an sekitar Senayan, atau sengaja pergi ke Bogor, Puncak, Cianjur bahkan Bandung, untuk memuaskan hasrat hatinya dan kerinduannya terhadap warisan budaya dan kehidupannya.

MAKANAN SUNDA

Untuk menghasilkan ramuan (formula) makanan bukan pekerjaan tanpa pengalaman. Apalagi kalau makanan tersebut pada akhirnya dapat merajai dunia.

Suatu jenis makanan akan diakui keberadaannya oleh pangsa pasar yang luas, serta diterima oleh lidah para pengguna, ditentukan oleh beberapa faktor penentu antara lain nilai organoleptik makanan tersebut, yang meliputi rasa, aroma dan penampilan.

Rasa dan aroma makanan, ditentukan oleh bahanbaku, penambahan bumbu penyedap serta proses pengolahan. Sedang penampilan ditentukan oleh kreativitas desainer untuk merancang bentuk dengan komposisi warna menarik dan pengemasannya. Sehingga suatu produk akan luas edaran bisnisnya dan diterima oleh konsumen dari banyak tempat/negara, tergantung kepada kepakaran para ahli teknologi makanan untuk meramu dan memasaknya, serta kepada kreativitas para ahli desain produk untuk mengemas secara menarik dan menghidangkannya.

Inilah salah satu contoh di manajemen teknologi makanan yang berbasiskan kerja – simbiosa – mutualistik antara pakar teknologi dan pakar seni dan desain, sehingga menghasilkan suatu produk bermutu di bidang sumber gizi/nutrisi dan di bidang produk untuk pemasaran, sehingga sendi-sendi kreativitas teknologi dan seni – budaya, menyatu dan berkiprah bersamaan.

Dari masalah dasar inilah kalau kemudian terungkap mengapa produk makanan suatu negara dapat menguasai pasar dunia, seperti yang sekarang terjadi di Indonesia : Ada hot dog, ada hamburger, ada spaghetti, ada maiyonase, ada karee, ada kebab, ada sukiyaki, ada chinchaluk dan sebagainya yang kesemuanya berasal dari benua Amerika, dan beberapa negara di benua Eropa, dari India, Jepang, dari negara Timur Tengah, dari Korea Selatan dan sebagainya.

Padahal dari segi gizi (terkait dengan kesehatan) dan nutrisi (terkait dengan kebugaran) jenis-jenis makanan asing tersebut yang sekarang sepertinya sudah menjadi penghuni Indonesia, tidak akan melebihi makanan ka-Sunda-an yang sudah banyak diperdagangkan. Bahkan banyak diantara makanan Sunda tersebut yang sudah diakui nilainya sebagai makanan yang enak, gurih, dan memiliki rasa serta aroma memikat. Ambilah contohnya lalab-sambel, ikan bakar, cobek, pepes/pais ikan, lotek, rujak, soto, laksa, sampai ke sambal sekalipun.

Salah satu penyebab mengapa jenis-jenis makanan tersebut kurang populer di negri orang, antara lain yaitu masalah pengemasan yang menarik, masalah kualitas yang dapat dipercaya. Sehingga kalaupun dijadikan oleh-oleh ke negaranya, tidak akan ada kendala atau apalagi menjadi rusak. Dari pengalaman panjang produk makanan Indonesia yang sekarang sudah dapat mengisi pangsa pasar setempat di suatu negara, seperti antara lain dodol garut, wajit cililin, ikan asap bahkan sampai ke tarasi sekalipun, yaitu bahwa masalah pengemasan yang menarik dan tidak rusak selama perjalanan, juga masalah kualitas (khususnya terkait dengan keselamatan produk) tidak akan bermasalah karena perjalanan dan selama pengangkutan. Atau karena adanya perubahan cuaca di negara tujuan.

Yang perlu untuk dibanggakan adalah bahwa umumnya bahanbaku pembuatan makanan Sunda selalu termasuk kepada program “4 sehat dan 5 sempurna” yang terdiri dari sumber karbohidrat tinggi (biji-bijian, umbi-umbian dan sebagainya), sumber protein tinggi (ikan, biji-bijian dan daging), sumber vitamin dan mineral tinggi (seperti sayuran dan lalab) serta sederet bahan yang pada saat ini banyak diharapkan kehadirannya untuk kesehatan dan kebugaran, seperti antara lain Omega-3 (dari ikan), anti-oksidan (dari buah-buahan), anti-kanker dan HIV-AIDS (dari sayuran dan jamur) sampai ke peningkat gairah seksual sekalipun (dari lalab-lalaban) dan sebagainya.

Paling menarik adalah masalah tempe (walau produk ini bukan hanya milik/berasal dari lingkungan kehidupan Urang Sunda saja, tetapi umum untuk suku bangsa di pulau Jawa), yaitu bahwa kalau biji kedele dianalisa, maka senyawa berkhasiat yang ada di dalamnya terdiri dari sekitar 5 macam, yaitu : Protein, Lemak, Karbohidrat, Mineral dan Vitamin. Tetapi setelah diproses menjadi tempe senyawa bermanfaat yang ada di dalamnya terdiri dari sekitar 9 macam, umumnya memiliki khasiat sebagai obat, seperti : Protein, asam amino, mineral, vitamin, lesitin, antibiotika, antivirus, anti-oksidan, zat pengatur tumbuh, dan sebagainya. Sehingga kalau tempe secara rutin dikonsumsi, maka si pemakan minimal akan terhindar dari beberapa penyakit berbahaya masa kini, seperti jantung koroner, infeksi bakteri/virus, dan sebagainya.

Pada umumnya makanan Sunda memiliki kandungan gizi (untuk kesehatan) dan nutrisi (untuk kebugaran) yang tinggi, terdiri dari :

1. Karbohidrat (asal tanaman, terutama biji-bijian dan umbi-umbian)
2. Lemak dan protein (asal ikan , hewan ternak dan biji-bijian)
3. Mineral dan vitamin (asal tanaman, terutama sayuran dan lalab)
Seperti juga jenis makanan lainnya yang umum di Indonesia, selalu menambahkan bumbu/penyedap alami asal tanaman yang memiliki fungsi sebagai :

1. Peningkat nilai organoleptik (rasa dan aroma) makanan
2. Peningkat warna dan penampilan makanan
3. Pengawet agar makanan dapat disimpan lama tanpa kerusakan dan penurunan kualitas.

yang terdiri dari antara lain : jahe, kencur, kunir, lengkuas, pandan, cabe, bawang, pedes, asam dan sebagainya.

Tercatat sedikitnya ada 80-macam makanan Sunda, umumnya terbuat dari :

1. Biji-bijian
2. Buah-buahan
3. Umbi-umbian
4. Daun/pucuk tanaman
5. Kulit batang
6. Tepung
7. Tanaman secara keseluruhan
8. Ikan
9. Daging
10. Telur

Dari jumlah tersebut sedikitnya sekitar 10 jenis yang memiliki nilai bisnis tinggi, baik untuk komoditi perdagangan lokal/setempat ataupun sebagai komoditi ekspor.

* Asinan

* Bandrek

* Cendol

* Cobek

* Dodol

* Kecap

* Lotek

* Opak



* Pais

* Peuyeum ketan

* Pindang

* Rangginang

* Surundeng

* Tarasi

* Tempe

* Wajit

* Oncom
Kendala yang paling umum dan banyak dijumpai terhadap makanan tersebut adalah :

1. Kualitas produk yang belum tetap dan seragam
2. Kualitas produk yang belum terjamin
3. Kontinuitas produk yang belum terpenuhi oleh kebutuhan konsumen
Beberapa jenis Makanan Sunda ada yang sudah hampir langka, sehingga terdengar aneh atau asing apalagi bagi generasi muda, seperti antara lain :

1. Pencok
2. Reuceuh
3. Ulukutek
4. Dawet
5. Japilus
6. Katimus
7. Leumeung
8. Peucang
9. Tang-tang angin
10. Ali-agrem
11. Kerecek, dan sebagainya
LALAB DAN SAMBAL

Jumlah jenis tanaman lalab yang sudah tercatat, mula-mula sekitar 70 jenis (tahun 1986), kemudian meningkat menjadi 94 jenis (tahun 1993) dan sekitar 200 jenis (tahun 2000).

Terungkap kemudian bahwa kandungan gizi/nutrisi di dalam tanaman lalab dapat menjadi obat mujarab untuk banyak penyakit berbahaya masakini, seperti antara lain :

1. Penyakit DM (diabetes mellitus)/kencing manis
2. Penyakit tekanan darah tinggi
3. Penyakit jantung
4. Penyakit ginjal
5. Penyakit syaraf
6. penyakit rheumatik
7. Memperbaiki sistem syaraf
8. Menstabilkan vitalitas tubuh
9. Meningkatkan gairah seksual,dan sebagainya

Beberapa jenis tanaman lalab yang umum, antara lain
Bentuk herba

1. Antanan besar
2. Antanan kecil
3. Kencur
4. Eceng
5. Genjer
6. Jombang/tempuyung
7. Jotang
8. Jonge
9. Karesmen
10. Katepeng
11. Leunca
12. Pohpohan
13. Kenikir/Randa midang
14. Seladah air
15. Seladah bokor
16. Sasawi
17. Sintrong
18. Surawung
19. Terong bulat
20. Terong engkol
21. Terong besar
22. Tespong
23. Tomat



Bentuk perambat

1. Jaat
2. Kahitutan
3. Kacang panjang
4. Mentimun
5. Paria
6. Paria belut
7. Roay peda
8. Roay hejo
9. Labu siem
10. Labu besar

Bentuk pohon/perdu

1. Baluntas
2. Bunut
3. Mangga
4. Calincing
5. Cangkudu
6. Gandaria
7. Gedang
8. Hiris
9. Honje
10. Imba (kedongdong-cina)
11. Jambu bol
12. Jambu mete
13. Jengkol
14. Katuk
15. Katepeng
16. Kastuba
17. Kihapit
18. Kosambi
19. Koang
20. Lampenas
21. Mamangkokan

Kelompok tanaman berbahaya

Tanaman berbahaya yang berada sekitar perkampungan, baik yang tumbuh liar di kawasan hutan, di lereng bukit, di pinggir kali, di kebun, di batas kampung bahkan di pekarangan rumah serta pertanaman kota, ternyata dapat dijadikan tanaman lalab dan sangat digemari seperti jengkol, petai, katepeng, kastuba dan reundeu beureum, dapat langsung dimakan mentah (seperti biji petai dan jengkol) ataupun setelah dikukus/digodok (daun katepeng, kastuba dan sebagainya) bahkan ada yang kemudian dijadikan “dage” (difermentasi) seperti buah benguk, koas pedang, buang/buah muda cangkring, dan sebagainya, antara lain :
Kelompok/Nama Bagian tanaman untuk lalab
Perdu

* Katepeng

* Kastuba

* Reundeu beureum

——————————————-

* Daun muda/buah muda

* Daun muda/pucuk daun

* Daun muda/pucuk daun


Perambat

* Benguk

* Koas pedang

——————————————-

* Buah muda

* Buah muda


Pohon

* Cangkring

* Petai

* Petai cina

* Jengkol

————————————–

* Buah muda/karangan bunga

* Biji muda

* Buah muda/biji

* Biji muda

Kehadiran pematang sawah, merupakan tempat yang multiguna bagi para petani. Bagi petani yang setiap saat berada di sawah, pematang mempunyai arti tersendiri di dalam perjalanan hidupnya.

Pagi hari begitu pengantar makanan dari “lembur” (kampung) sudah datang, pematang sawah merupakan tempat yang mengasyikan untuk santapan makan pagi yang serba sederhana, karena yang penting adalah nasinya yang pulen, sambalnya yang medok, sedang lauk-pauknya cukup dengan sepotong ikan asing atau pindang saja.

Juga sepanjang pematang sawah, banyak dijumpai tanaman lalab, baik yang tumbuh liar ataupun sengaja ditanam, seperti :
Tumbuh Liar Ditanam

1. Antanan gede
2. Antanan leutik
3. Jotang
4. Jonge
5. Eceng
6. Genjer
7. Kahitutan
8. Lampenas



1. Jaat
2. Kacang panjang
3. Roay
4. Hiris
5. Paria
6. Paria belut
7. Labu besar

Untuk obat hipertensi
Nama/jenis tanaman Bagian tanaman yang digunakan

* Antanan Daun, seluruh tanamanDaun muda, buah
* Belimbing Buah Daun muda, buah tua
* Belimbing wuluh
* Cangkudu



* Kunir

* Ketimun

* Labu air

* Murbei

* Saladah air



Rimpang

Buah

Daun muda/pucuk, buah

Daun muda

Seluruh tanaman

Tanaman lalab, juga merupakan bagian dalam program WHO “Back to Nature” untuk bahan-bahan berkhasiat obat, seperti :
Untuk diabetes mellitus (kencing manis)

* belimbing wuluh –> daun, buah, bunga
* mengkudu –> daun muda, buah tua
* jamblang –> daun muda, buah
* jambu mede –> daun muda, buah
* jengkol –> buah/biji
* ketimun –> buah
* temulawak –> ringpang
* murbei –> daun, buah
* petai cina –> buah muda
* petai –> biji

Untuk obat peningkat gairah
Nama/jenis tanaman Bagian tanaman yang dipergunakan

* Leunca Daun muda/pucuk, buah ( mentah)Buah (mentah)Pucuk/daun muda
* Takokak
* Waluh/labu besar
* Wijen



Biji tua

Sambal atau sambel merupakan makanan penyedap yang diramu dari bahan-bahan, baik tumbuh-tumbuhan seperti cabe, bawang, jahe, kencur, dan sebagainya, ataupun bahan lainnya berbentuk terasi (ini yang paling umum), oncom, isi buah kemiri atau keratan batang serai dan sebagainya.

Di daerah Pasundan dimana lalab menjadi bagian di dalam kehidupan dan budaya masyarakat, jenis sambal yang paling umum digunakan adalah sambel terasi, sambel oncom dan sambel kemiri.

Gurih tidaknya sambel tidak hanya tergantung kepada bahan-bahan yang dipergunakan. Tetapi tempat membuat dan cara membuatnya memegang peranan penting. Seperti coet tempat sambal dibuat, dan mutu benda untuk menghancurkan bahan-bahan sambal.

Coet batu pada umumnya kurang digemari kalau dibandingkan dengan coet tanah, apalagi kalau coet tanah tersebut buatan Plered dekat Purwakarta. Karena membuat sambal di dalam coet tanah hasilnya akan lebih gurih dan lebih harum kalau dibandingkan dengan coet batu, walaupun coet tanah mudah menipis dan mudah pecah.

Begitu juga mutu yang terbuat dari pangkal pohon bambu lebih banyak disenangi kalau dibandingkan dengan mutu yang terbuat dari batu. Selain baik, mutu jambu bentuknya juga bisa lebar (menurut urang Sunda nya badag nya rubak / ya besar ya lebar).

* * *

1. Jenis Sambal

Beberapa jenis sambal yang sudah umum untuk teman lalab di masyarakat Sunda, antara lain :

a. Sambel terasi

Untuk mendapatkan sambel terasi yang baik, harus dapat memilih jenis terasinya yang baik pula. Karena yang dinamakan terasi ada beberapa jenis, tergantung kepada bahan dan tempat membuatnya.

Bahan pembuat sambel terasi terdiri dari terasi, apakah digoreng, dibakar atau dipepes terlebih dahulu, kemudian cabe, baik cabe rawit (cengek) ataupun cabe merah, garam, gula (umumnya gula merah) dan asam (dapat diganti dengan air jeruk sambal atau jeruk purut, karena di samping memberikan rasa asam, juga aromanya yang khas dan menyegarkan).

Kadang-kadang dicampurkan pula bawang merah.

Semua bahan dihancurkan sampai tercampur halus, kalau perlu ditambah air. Ada yang digoreng dulu sebelum dimakan, ada pula yang langsung terus dimakan.

b. Sambel oncom

Karena yang dinamakan oncom banyak jenisnya 9tergantung kepada bahan pembuatnya dan tempat pembuatannya), maka di dalam memilih oncom untuk bahan sambel jangan salah pilih.

Bahan pembuat sambel oncom terdiri dari oncom, mau digoreng, dibakar ataupun langsung yang mentah, ditambah dengan garam, cabe rawit atau cabe merah, gula merah, kencur, bawang merah, bawang putih, serta asam.

Semua bahan dicampurkan dan dihancurkan. Ada yang kemudian langsung dimakan dan ada pula yang digoreng terlebih dahulu.

c. Sambel kemiri

Bahan-bahan terdiri dari isi biji kemiri, mau dibakar, atau digoreng dulu, kemudian dicampur dengan garam, cabe rawit, gula merah, tomat dan bawang merah.

Semua bahan dicampur dan dihancurkan, kemudian digoreng, atau ada pula yang langsung dimakan.

2. Bahanbaku Pembuat Sambal

a. Terasi

Terasi walau mempunyai aroma yang khas, bagi orang yang belum biasa mungkin kurang enak, tetapi justru bau khas tersebut bagi masyarakat Sunda mempunyai tempat tersendiri di dalam menu makanan sehari-hari.

Terasi merupakan bahan makanan yang digemari oleh semua lapisan masyarakat mulai dari tingkat bawah sampai tingkat teratas sekalipun. Walau ternyata jenis terasi yang digunakan akan sangat berbeda bagi masyarakat kecil atau umum, dengan pejabat tinggi misalnya.

Juga pengguna terasi tidak terbatas hanya kepada orang Sunda atau orang Indnesia yang sudah mengenal dan mengenyam kelezatannya, juga orang-orang asing pun akan sama kalau sudah menikmatinya.

Seperti kisah jaman baheula yang menyangkut seorang tuan penggede yang menyenangi sayur asam. Sayur asam, dimanapun dibuatnya selalu ditambah dengan terasi pada susunan bumbunya. Si tuan, begitulah penggede ini dinamakan, senangnya makan sayur asam melebihi terhadap jenis masakan lainnya asal negaranya.

Satu waktu si koki (tukang masak)-nya dipanggil menghadap, dan diberi pertanyaan yang berhubungan dengan cara membuat sayur asam.

“Apa yang kamu tambahkan kalau membuat sayur asam disamping sayuran ?”

“Bumbu, Tuan”

“Iya saya tahu itu bumbu. Tapi bumbu yang mana?”

“Itu tuan, ada garam, ada asam dan ada …. ada…..”

“Ada apalagi ?”

“Ada, ada, ada…..terasi Tuan”

“Nah itu terasi, sebesar apa kamu tambahkan ?”

“Ah hanya sebesar ini Tuan, sebesar …..” katanya sambil memperlihatkan ujung jari kelingkingnya.

“Bagus ya, bagus. Kalau besok kamu membuat lagi sayur asam, jangan menambahkan terasinya sebesar itu, tapi harus sebesar ini …..” kata si Tuan sambil menyodorkan kepalan tangannya.

Terasi dibuat dari ikan, umumnya ikan laut, tergantung kepada jenis ikan yang dipergunakan serta bahan campuran lainnya yang kemudian ditambahkan seperti sayuran dan tepung, sehingga banyak jenis terasi yang dikenal dan diperdagangkan mengandung 15.6% protein, 2.2% lemak, 0.5% kalsium, 2.0% fosfor, sekian banyak vitamin B-12 serta beberapa senyawa anti-mikroba.

Di Indonesia kawasan pembuat terasi yang terkenal adalah Bagan Siapi-api, Indramayu, Cirebon dan Sidoarjo.

Umumnya terasi dibuat dari ikan laut (menjadi terasi ikan) atau dari udang (menjadi terasi udang) sedang di Cirebon khusus dibuat dari udang kecil yang disebut rebon. Bagian-bagian dari ikan yang keras seperti tulang sisik, dihilangkan kemudian dihancurkan, ditambah 10% garam dan disimpan selama satu bulan sampai siap untuk proses lebih lanjut.

Terasi yang banyak beredar di pasar berbentuk gundukan dengan berat antara 10 sampai 20 kg, sering disebut terasi delan atau terasi gede di jalan. Ini artinya mungkin sewaktu di tempat pembuatannya hanya sebesar 5 kg, sampai ke tempat persinggahan pertama menjadi 7 kg, ke persinggahan kedua menjadi 10 kg, dan seterusnya hingga sampai ke Bandung menjadi 12 kg.

Biasanya jenis terasi delan ini mempunyai harga lebih murah dan terlalu banyak garam. Campuran selama di perjalanan mungkin tepung tapioka (hingga kalau dibakar menggelembung) atau bahan-bahan sayuran, antara lain bunga pisang.

b. Oncom

Oncom merupakan jenis bahan makanan yang dibuat dari bahan sisa, yaitu ampas/bungkil suuk (kacang tanah) bekas membuat minyak. Walau begitu oncom seperti juga tempe, memegang peranan tinggi di dalam susunan menu makanan sehari-hari masyarakat Sunda serta masyarakat lain yang tinggal di Bandung. Oncom Bandung, apakah dalam bentuk mentah yang segar atau sudah dalam bentuk olahannya, merupakan oleh-oleh terkenal dari Bandung.

Oncom dibuat dari bungkil kacang tanah dengan beberapa campuran, paling umum adalah ampas tahu. Setelah bungkil bersama campuran dimasak, kemudian ragi oncom (jamur oncom) disimpan beberapa hari pada temperatur kamar, maka jadilah oncom dengan warna jingga yang menarik.

* * *

WASTU KENCANA

Wastu Kencana dikenal raja yang adil dan minandita. Didalam Carita Parahyangan Ia sangat dipuji-puji melebihi dari raja manapun, dan ia putra dari Prabu Wangi yang gugur didalam peristiwa bubat. Didalam Naskah Parahyangan di uraikan sebagai berikut : Aya deui putra Prebu, kasohor ngaranna, nya eta Prebu Niskalawastu kancana, nu tilem di Nusalarang gunung Wanakusuma. Lawasna jadi ratu saratus opat taun, lantaran hade ngajalankeun agama, nagara gemah ripah. Sanajan umurna ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna, lantaran ratu eleh ku satmata,nurut ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di Gegeromas. Batara Guru di Jampang.

Ketika terjadi peristiwa Bubat yang menewaskan Prabu Linggabuana (1357 M) Wastu Kencana baru berusia 9 tahun dan untuk mengisi kekosongan pemerintah Pajajaran di isi oleh pamannya, yakni Sang Bunisora yang bergelar Prabu Batara Guru Pangdiparamarta Jayadewabrata atau sering juga disebut Batara Guru di Jampang atau Kuda Lalean.

Wastu Kencana dibawah asuhan pamannya tekun mendalami agama (Bunisora dikenal juga sebagai satmata, pemilik tingkat batin kelima dalam pendalaman agama). Iapun dididik ketatanegaraan. Kemudian naik tahta pada usia 23 tahun menggantikan Bunisora dengan gelar Mahaprabu Niskala Wastu Kencana atau Praburesi Buanatunggaldewata. Dalam naskah selanjutnya disebut juga Prabu Linggawastu putra Prabu Linggahiyang.

Menurut sumber sejarah Jawa Barat, Wastu Kencana memerintah selama 103 tahun lebih 6 bulan dan 15 hari. Dalam Carita Parahyangan disebutkan: Lawasna jadi ratu saratus opat taun, lantaran hade ngajalankeun agama, nagara gemah ripah.

Ketika jaman kekuasaanya Wastu Kencana menyaksikan dan mengalami beberapa peristiwa (1) menyaksikan Kerajaan Majapahit dilanda perang paregreg – perebutan tahta (1453 – 1456), selama peristiwa tersebut Majapahit tidak mempunyai raja, namun Wastu Kencana tak terpikat untuk membalas dendam peristiwa Bubat, karena ia lebih memilih pemerintahannya yang tentram dan damai. Ia pun rajin beribadat. (2) Kedatangan Laksamana Cheng H0 dan Ulama Islam yang kemudian mendirikan Pesantren di Karawang.

Tanda keberadaan Wastu Kencana terdapat pada dua buah prasasti batu di Astana Gede. Prasati yang kedua dikenal dengan sebuat Wangsit (wasiat) Prabu Raja Wastu kepada para penerusnya tentang Tuntutan untuk membiasakan diri berbuat kebajikan (pakena gawe rahayu) dan membiasakan diri berbuat kesejahteraan yang sejati (pakena kereta bener) yang merupakan sumber kejayaan dan kesentausaan negara.

Tulisan ini saya copas dari Sejarah jawa Barat - Cuplikan Wasiat Wastu Kencana dari naskah Sanghyang siksakanda (Koropak 630), sbb :


Teguhkeun, pageuhkeun sahinga ning tuhu, pepet byakta warta manah, mana kreta na bwana, mana hayu ikang jagat kena twah ning janma kapahayu.

Kitu keh, sang pandita pageuh kapanditaanna, kreta ;

sang wiku pageuh di kawikuanna, kreta ;

sang ameng pageuh di kaamenganna, kreta ;

sang wasi pageuh dikawalkaanna, kreta ;

sang wong tani pageuh di katanianna, kreta ;

sang euwah pageuh di kaeuwahanna, kreta ;

sang gusti pageuh di kagustianna, kreta ;

sang mantri pageuh di kamantrianna, kreta ;

sang masang pageuh di kamasanganna, kreta ;

sang tarahan pageuh di katarahanna, kreta ;

sang disi pageuh di kadisianna, kreta ;

sang rama pageuh di karamaanna, kreta ;

sang prebu pageuh di kaprebuanna, kreta.


Ngun sang pandita kalawan sang dewarata pageuh ngretakeun ing bwana, nya mana kreta lor kidul wetan sakasangga dening pretiwi sakakurung dening akasa, pahi manghurip ikang sarwo janma kabeh.


(Teguhan, kukuhkan batas-batas kebenaran, penuhi kenyataan niat baik dalam jiwa, maka akan sejahteralah dunia, maka akan sentosalah jagat ini sebab perbuatan manusia yang penuh kebajikan.


Demikianlah hendaknya. Bila pendeta teguh dalam tugasnya sebagai pendeta, akan sejakhtera. Bila wiku teguh dalam tugasnya sebagai wiku, akan sejakhtera. Bila manguyu teguh dalam tugasnya sebagai akhli gamelan, akan sejakhtera. Bila paliken teguh dalam tugasnya sebagai akhli seni rupa, akan sejahtera. Bila ameng teguh dalam tugasnya sebagai pelayan biara, akan sejakhtera. Bila pendeta teguh dalam tugasnya sebagai pendeta, akan sejakhtera. Bila wasi teguh dalam tugasnya sebagai santi, akan sejakhtera. Bila ebon teguh dalam tugasnya sebagai biarawati, akan sejakhtera. Bila pendeta teguh dalam tugasnya sebagai pendeta, akan sejakhtera. Demikian pula bila walka teguh dalam tugasnya sebagai pertapa yang berpakaian kulit kayu, akan sejahtera. Bila petani teguh dalam tugasnya sebagai petani, akan sejakhtera. Bila pendeta teguh dalam tugasnya sebagai pendeta, akan sejakhtera. Bila euwah teguh dalam tugasnya sebagai penunggu ladang, akan sejahtera. Bila gusti teguh dalam tugasnya sebagai pemilik tanah, akan sejahtera. Bila menteri teguh dalam tugasnya sebagai menteri, akan sejahtera. Bila masang teguh dalam tugasnya sebagai pemasang jerat, akan sejaktera. Bila bujangga teguh dalam tugasnya sebagai ahli pustaka, akan sejahtera. Bila tarahan teguh dalam tugasnya sebagai penambang penyebrangan, akan sejahtera. Bila disi teguh dalam tugasnya sebagai ahli obat dan tukang peramal, akan sejahtera. Bila rama teguh dalam tugasnya sebagai pengasuh rakyat, akan sejakhtera. Bila raja (prabu) teguh dalam tugasnya sebagai raja, akan sejakhtera.

Demikian seharusnya pendeta dan raja harus teguh membina kesejahteraan didunia, maka akan sejahteralah di utara barat dan timur, diseluruh hamparan bumi dan seluruh naungan langit, sempurnalah kehidupan seluruh umat manusia).

Wasiat ini mengandung pula konsep tentang bagaimana manusia harus focus dan professional dibidang keahliannya. Lebih maju dari praktek kenegaraan sekarang. Saat ini banyak bukan negarawan mengurusi masalah Negara. Para ahli agama banyak yang terjun jadi politikus, banyak politikus jadi pedagang, banyak kaum pedagang jadi penentu kebijakan Negara. Semuanya menyebabkan kerancuan dan menjauhkan bangsa dari kesentosaan.

Konsep dan tipe kondisi yang diharapkan pernah dikemukakan BK dalam bentuk partai tunggal, yang mengharapkan bukan pada banyaknya partai yang ada tapi menghimpunan seluruh kepentingan profesi, seperti keompok tani, buruh, cendekiawan, agama dll. Banyaknya partai hanya menyiptakan satu golongan yang kuat, yakni politikus. Ia sangat tidak inheren dengan kelompok lainnya diluar politikus, seperti kaum tani dan buruh. Para politikus lebih berorienasti pada bagaimana mempertahankan kekuasaannya, adakalanya mengenyampingkan amanah mengapa ia harus ada. Namun memang bentuk partai tunggal dari kacamata demokrasi barat dianggap sangat bertentangan dengan kebebasan individu warga dan dianggap anti demokrasi. Ditambah waktu itu, BK tidak mau tunduk pada kuasanya asing.

Demokrasi yang “western oriented” mengandalkan pada dasar persamaan hak individu, namun bisa berjalan sukses jika ada kesetaraan dalam mentatai aturan, sebagai cara untuk membatasi terganggunya hak seseorang dari orang yang lainnya. Disamping itu perlu ada penghormatan terhadap hak-hak lain. Disini tidak perlu ada dominasi dari satu individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lainnya. Masalahnya, kebebasan individu memberikan legitimasi terjadinya "free ficht competition", mensyahkan jika yang kuat akan semakin kuat dan lemah menjadi tertindas. Karena negara tidak boleh turut campur, termasuk memberikan proteksi, sekalipun kepada yang lemah.

Wujud dari cita-cita demikian pernah ada pada konsep lanjutan sebagaimana pada cita-cita awal dan dasar didirikannya Golongan Karya, yang menginginkan seluruh warga bangsa dapat menghimpun kekuatan didalam wujud profesinya. Namun godaan untuk bermain politik praktis dan kekuasaan, serta adanya pengaruh asing yang sangat eksis dalam menentukan kebijakan politik dan ekonomi ternyata menjadi penghancur yang sangat dahsyat didalam perkumbuhan social bangsa, bahkan menjadikan Indonesia mandiri didalam ekonomi, tidak berdaulat didalam berpolitik dan tidak memiliki kepribadian didalam budaya.

Mungkin kita perlu renungkan kembali tentang nilai-nilai luhur, melalui Wasiat dari Galunggung, leluhur raja-raja Galuh :
Hana nguni hana mangke –

Tan hana nguni tan hana mangke -

Aya ma baheula hanteu teu ayeuna -

Henteu ma baheula henteu teu ayeuna -

Hana tunggak hana watang -

Hana ma tunggulna aya tu catangna

(ada dahulu ada sekarang, karena ada masa silam maka ada masa kini. Bila tidak ada masa silam maka tiada masa kini. Ada tonggak tentu ada batang. Bila tak ada tonggak tentu tidak ada batang. Bila ada tunggulnya tentu ada catangnya).

Saya pikir pesan itu sangat jelas, bahwa masa kini merupakan akumulasi dari masa lalu, tidak akan ada masa kini kalau tidak ada masa lalu. Dengan demikian jika dikatikan dengan masalah perkumbuhan bangsa dapat ditarik benang merahnya, bahwa sejarah suatu bangsa tidak akan selalu sama dengan bangsa lainnya. Dan dari kesejarahannya masing-masing dapat ditarik dan dijadikan cermin tentang nilai-nilai mana yang cocok dan sangat tepat.

Marilah kita bertindak profesional dan menyerahkan suatu persoalan kepada ahlinya masing-masing. Masalah agama bertanyalah kepada ahli agama – masalah perniagaan bertanyalah kepada ahli niaga – masalah kenegaraan bertanyaan kepada negarawan. Jangan ahli agama turut campur memaksakan kehendaknya untuk mengurus Negara - tukang dagang ikut-ikutan ngurusin Negara, karena semua itu bukan bidangnya.

Demikian seharusnya ahli agama dan raja harus teguh membina kesejahteraan didunia, maka akan sejahteralah di utara barat dan timur, diseluruh hamparan bumi dan seluruh naungan langit, sempurnalah kehidupan seluruh umat manusia.

sumber:http://tuturussangrakean.blogspot.com

SILIHWANGI

Mengisahkan sejarah Siliwangi seperti mudah namun agak rumit, meningingat banyak pesan-pesan para petutur (tradisi lisan) yang menyesuaikan dengan semangat nilai-nilai yang diyakininya benar. Suatu hal yang mungkin menyebabkan kerancuan, antara lain adanya perubahan "ageman" urang sunda, dari tradisi buhun menjadi pemeluk agama yang sekarang. Ageman yang dikenal dengan istilah "Sunda Wiwitan" tak diakui pula sebagai agama, sama nasibnya dengan agama asli Batak, Nias, Suku Ibu dan Kaharingan. Mungkin karena kecintaan dan rasa kagumnya, para petutur seolah-olah tidak ikhlas jika "Silihwangi" berbeda agama dengan para petuturnya. Selanjutnya dalam Islam dan Sunda dalam mitos.

Antara Mitos dan Kebenaran Sejarah
------------------------------------
Sejarah adalah sejarah, suatu cermin yang dapat memantulkan kearifan masa lalu. Kita bisa mengambil nilai-nilainya yang universal. tanpa harus merubah keyakinan yang kita miliki. Mungkin kita bisa mengambil himah dari pesan Galunggung : Hana nguni hana mangke - Tan hana nguni tan hana mangke - Aya ma baheula hanteu teu ayeuna - Henteu ma baheula henteu teu ayeuna - Hana tunggak hana watang Hana ma tunggulna aya tu catangna ..... Tiada masa kini tanpa ada masa lalu - masa kini adalah peninggalan masa lalu.

Kerancuan yang paling nyata dapat ditemukan dari cara pandang para pecinta supranatural. dalam hal ini Silihwangi menjadi sangat mistis. Saya masih sering mendengar cerita "urang sunda" nu ngumbara didaerah transmigrasi. Mereka merasa di jenguk Prabu Silihwangi ketika pagi hari melihat bekas tapak harimau. Memang nampaknya berlebihan, tapi inipun ada alasannya, menafsirkan dari uga : "Sakabéh turunan dia ku ngaing bakal dilanglang. Tapi, ngan di waktu anu perelu. Ngaing bakal datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah, tapi ngan nu hadé laku-lampahna".

Sebagai rasa hormat dan kekaguman, nama Silihwangi banyak diabadikan didalam berbagai ragam, dari nama jalan raya, lapangan, gedung bahkan, kesatuan, komunitas dan lembaga pendidikan. Di Jawa Barat nama pasukan yang selalu membawa nama harum diberi nama Siliwangi. Konon kabar nama Siliwangi memberikan semangat bagi tentara yang terkenal pemberani dan pantang menyerah, bahkan dalam penumpasan pemberontakan dijaman orla, dapat memberikan posisi menang selangkah di banding lawan-lawannya ketika mendengar Pasukan Divisi Siliwangi. Jadi tidak heran jika Pasukan Elite Angkatan Darat yang sekarang dikenal dengan nama Kopasus lahir dari haribaan Divisi Siliwangi.

Dalam perkembangannya, keharuman Pasukan Siliwangi yang menyatu dengan semangat kebesaran Prabu Siliwangi sangat dimasygulkan masyarakat sunda. Bagi yang sedikit melek politik nama ini dimanfaatkan untuk ikut mendongkrak nama organisasi politik atau ormas. Karena nama Siliwangi memiliki daya magnet dan keagungan yang meniscayakan dihormati masyarakat sunda, Jadi cukup beralasan jika nama Silihwangi digunakan pula sebagai Jargon pemersatu dan pemikatnya.

Organisasi yang menggunakan nama Siliwangi didalam Barisan Muda Jawa Barat, seperti Angkatan Muda Siliwangi (AMS) ; Gabungan Inisiatif Anak Siliwangi (GIBAS), namun sebenarnya agak kurang sreg jika nama Siliwangi digunakan hanya untuk gagah-gagahan atau menakuti-nakuti rakyat untuk mendukung salah satu organisasi politik ataupun organisasi masa. Karena Siliwangi milik semua lapisan masyarakat, tanpa mengenal golongan atau kelompok manapun. Sehingga dikhawatirkan nama Siliwangi menjadi tidak seharum asal mula gelar Silihwangi itu sendiri.

Para mahasiswa Jawa Barat dari resimen Mahawarman sebelum dilikwidasi jadi Menwa dan berubah menjadi baret ungu (semula biru) sangat bangga ketika dilengan kanannya masih berlambangkan Siliwangi. Seolah-olah menjadi jaga baya dari Negara Indonesia, dari sisi sebagai pengamal Tri Dharma Perguruan Tinggi maupun sebagai Cadnas yang trampil dan sigap dalam olah fisik dan keprajuritan, banyak yang mendapat piagam "Bintang Seroja" karena cacat ketika turut dalam pasukan membebaskan timor timur. Semangat tersebut memiliki, yakni : "Widya Castrena Dharma Sidha: : “Dengan ilmu dan senjata kita sempurnakan kearah yang lebih baik”.

Siapa "Prabu Siliwangi ?"

Gelar Siliwangi didalam paradigma rakyat kebanyakan yang "taram-taram" dalam mengkaji sejarah diberikan kepada seluruh raja-raja Pajajaran. Namun ada yang memberikan Gelar Prabu Silihwangi kepada tiga raja Pajajaran, yakni: Rakean Mundinglaya - Siliwangi I ; Rakean Mundingwangi - Siliwangi II ; Rakean Mungingsari/ mundingkawati - Siliwangi III. Karena ketiganya memiliki gelar Sri Baduga (Sri Paduka) dan menguasai Sunda dan Galuh.

Berdasarkan analisa catatan sejarah resmi, yang patut dan tepat bernama Prabu Silihwangi adalah Sri Baduga (Prasasti Batutulis). Ketika masih kecil bernama Pamanahrasa, kemudian setelah menjadi Raja di Galuh bernama Jayadewata. Ia cucu dari Prabu Wastukancana (Prabu Wangisuta). Sedangkan Wastukancana putra dari Prabu Maharaja Lingga Buana yang gugur pada peristiwa Bubat.

Menurut Naskah Wangsakerta : Gelar Prabu Maharaja Lingga Buana sebagai "Prabu Wangi" diberikan karena kemasyhuran dan keadilannya selama memimpin negara. Selain itu ia dianggap sangat berprinsip ketika menghadapi peristiwa bubat.

Dalam Kidung Sundayana ia mengikrarkan sumpah bubat, yang isinya : “Nihan ta wuwusna rudiarana iking bhubat sabha,naming ksatrya sunda tan atemahan ring nagara pada jaya mami.”“ (Najan banjir getih, bedah di palagan Bubat, cadu ksatrya Sunda ancur ajen diri di lemahcai sorangan). Sama halnya dengan Lingga Buana, Jaya Dewata atau Sri Baduga sangat dicintai rakyatnya, membawa Negara pada kondisi yang adil dan makmur, maka iapun diberi gelar Silihwangi. “Silih” berarti pengganti (dari Prabu Wangi).

Nama Siliwangi sebenarnya sudah ada dalam cerita pantun ketika Sri Baduga masih jumeneng, ditulis dalam naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian (1518 M). Cerita ini banyak menceritakan tentang Siliwangi menjadi raja di Pajajaran. Menurut para akhli sejarah sunda hal ini menunjukan Sri Baduga mempunyai kekuasaan dan kemasyhuran yang sama dengan Wastu Kancana (kakeknya) alias Prabu Wangi. Jika dihubungkan dengan tradisi sunda lama, rakyat sangat segan atau ada semacam larangan untuk menyebut raja yang sebenarnya,. Dalam tradisi “menak” sunda, memanggil nama orang yang dihormati dengan sebutan namanya langsung dianggap tidak sopan – “belegug”. Jadi wajar jika para juru pantun menggantikan dengan sebutan Silihwangi. Nama Siliwangi kemudian menjadi sangat populer ditelinga "Urang Sunda".

Tafsiran diatas sejalan dengan pendapat yang tertulis dalam Naskah Wangsakerta, yang menyebutkan : Urang Sunda dan Urang Cirebon serta urang jawa kulon (barat) menyebut Prabu Siliwangi Raja Pajajaran. Jadi nama itu bukan nama pribadinya.

Cerita lainnya dapat dihubungkan dengan Carita Parahiyangan, : Niskala Wastu Kancana adalah "seuweu" Prabu Wangi, sedangkan Sri Baduga dalam bahasa aslinya : ......... putra raja pituin, nya eta Sang Ratu Rajadewata, nu hilang di Rancamaya, lilana jadi ratu tilupuluhsalapan taun. Ku lantaran ngajalankeun pamarentahanana ngukuhan purbatisti purbajati, mana henteu kadatangan boh ku musuh badag, boh ku musuh lemes. Tengtrem ayem Beulah Kaler, Kidul, Kulon jeung Wetan, lantaran rasa aman.

Masalah lainnya, : mengapa Dewa Niskala, ayah Sri Baduga dan mertuanya yaitu susuk tunggal tidak diberi gelar Sri Baduga ?. Hemat saya dimungkinkan karena Dewa Niskala hanya menjadi penguasa Galuh, demikian pula Susuk Tunggal hanya menguasai Sunda, namun Jayadewata menguasai Sunda dan Galuh, sama seperti kakeknya, yaitu Wastu Kancana. Jadi wajar jika Sri Baduga dianggap "silih" (pengganti) dari Prabu Wastu Kancana dan raja di tataran sunda.

Didalam prasasti batutulis menyebutkan Sri Baduga dinobatkan dua kali, pertama ketika Jayadewata menerima Galuh dari ayahnya (Prabu Dewa Niskala), bergelar Prabu Guru Dewapranata. Kedua ketika menerima Tahta Kerajaan Sunda Susuktunggal (mertuanya). Dengan peristiwa statusnya sebagai penguasa Sunda dan Galuh (sama seperti kakeknya, yaitu Wastu Kencana), maka dinobatkan menjadi Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.

Menurut Saleh Danasasmita yang saya copas dari buku “Nyukcruk sajarah Pakuan Pajajaran jeung Prabu Siliwangi” yang diterbitkan tahun 2003, Bandung, Kiblat Buku Utama, prasasti Batu tulis menceritakan, sbb :


1. 0 0 wang na pun ini sakakala, prebu ratu purané pun, diwastu

2. diya wingaran prebu guru déwataprana diwastu diya dingaran sri

3. baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran sri sang ratu dé-

4. wata pun ya nu nyusuk na pakwan diya anak rahyang nis-

5. kala sa(ng) sida-mokta di gunatiga i(n)cu rahyang niskala wastu

6. ka(n)cana sa(ng), sida-mokta ka nusalara(ng), ya siya nu nyiyan sakaka-

7. la gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyan sanghyang talaga

8. rena mahawijaya, ya siya pun 0 0 i saka, panca panda-

9. wa '(m)ban bumi 0 0


Prasasti Batutulis menyebutkan pula bahwa Sri Baduga Maharaja dilantik menjadi raja dua kali. Pertama kali pada tahun 1420 M di Karaton Kawali Karajaan Galuh, menggantikan ayahnya dan diberi gelar Prabu Dewataprana. Keduanya dilakukan di Pakuan ibu kota karajaan Sunda, menggantikan Prabu Susuk Tunggal, Dewa Niskala mertuanya. Dengan demikian Sri Baduga Maharaja yang ditafsirkan sebagai Prabu Siliwangi menjadi raja dari dua Negara sekaligus, sehingga wajar jika ia sangat kuat membenam dibenak masyarakat sunda sebagai raja sunda.


Didalam cerita lainnya, ketika masih kecil dikenal dengan sebutan Sang Pamanahrasa kemudian menjadi Pangeran Jayadewata, ketika dinobatkan sebagai raja bergelar Sri Baduga Maharaja. Prabu Siliwangi dinobatkan menjadi raja pada tahun 1404 Saka atau 1482 M. dan meninggal dunia pada tahun 1445 Saka atau 1521 M. Konon kabar dikebumikan di daerah Rancamaya, yang saat ini dijadikan pemukiman rumah mewah. Selanjutnya digantikan oleh Surawisesa.

Siliwangi dalam Naskah
---------------------------------

Kemudian dalam naskah sejarah yang pertama menyebut-nyebut Siliwangi ditemukan dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian (1518) dan Carita Purwaka Caruban Nagari (1720 M) yang disusun oleh Pangeran Arya Cirebon, menerangkan bahwa Prabu Siliwangi adalah putra Prabu Anggalarang dari Galuh yang pernah mendiami Keraton Surawisesa.

Berita besar yang menceritakan kemasyhuran Siliwangi terdapat juga dalam catatan portugis yang dibuat Tome Pires. Mereka menuliskan bahwa Kerajaan Sunda diperintah secara adil dan masyarakatnya dikenal santun dan jujur. Kegiatan perdagangan Pajajaran dengan Malaka pada waktu itu dapat menembus hingga ke Maladewa. Prabu Siliwangi memimpin Pakuan Pajajaran selama 39 tahun.

Kebijakan lainnya yang dilakukan Sri Baduga yang dianggap paling popular saat itu yakni membebaskan rakyat dari pajak dan menetapkan batas-batas kabuyutan di Sunda Sembawa dan Gunung Samaya, suatu daerah yang dianggap suci, sama halnya dengan sebutan desa perdikan (Baca : Kolom Kabuyutan). Hal ini tercantum didalam Piagam-piagam Sri Baduga yang "piteket" – perintah langsung.

Dari kisah diatas ada beberapa yang bisa disimpulkan, terutama yang terkait dengan cita-cita akhir dari BK untuk dapat dimakamkan di daerah Bogor bahkan istananyapun diberi nama “Hing Puri Sang Bimasakti”, yang artinya hampir sama dengan nama keraton Sri Baduga Maharaja di Bogor, yakni Sri Kadatuan Bima Punta Narayana Madura Suradipati.

Konon kabar pula, istilah Pajajaran bukan hanya berasal dari nama pohon paku yang berjajar, namun ditafsirkan dari adanya sikap raja Pajajaran yang sangat egaliter - sajajar teu mandang darajat - kalawan teun ngabeda-bedakeun somah jeung menak, dan tidak dikenal adanya kasta dalam kehidupan masyarakat Pajajaran. Jika saja di wilayah ini dikenal adanya tingkatan "darajat manusa", hal tersebut setelah runtuhnya Pajajaran dan kasilihnya Raja Sumedang menjadi hanya Kabupaten dari Mataram.

Mangga urang lenyepan kalawan dipedar langkung tebih deui. (***)
sumber:http://tuturussangrakean.blogspot.com/